Pasukan elite Kostrad kini berkualifikasi Para Raider, ini kehebatan
Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat (Kostrad) merupakan bagian dari Komando Utama (Kotama) tempur.
Selama ini, ada dua kualifikasi yang dimiliki oleh prajurit pilihan di Kostrad, yakni intai tempur yang bertugas membuka jalan bagi pasukan reguler, serta lintas udara atau linud.
Namun, sejak 2015 lalu, kualifikasi prajurit Kostrad bertambah, yakni Para Raider. Raider kemampuan khusus prajurit untuk menghadapi terorisme, antigerilya maupun perang berlarut. Sedangkan para adalah kualifikasi terjun payung. Jadi Para Raider bisa diartikan pasukan khusus yang bisa diterjunkan di mana saja sekaligus memiliki kemampuan raider. "Itu bukan perubahan tapi peningkatan kemampuan, yang semula satuan linud, memang sudah memiliki kemampuan linud ditambah dengan raider. Jadi para raider ini selain bisa diterjunkan tetapi juga bisa melaksanakan operasi raider.
Secara umum, kemampuan raider biasanya digunakan untuk mobilisasi pasukan, utamanya menggunakan helikopter atau yang dinamakan mobilisasi udara (mobud).
"Tetapi untuk brigif para, selain mobud atau helikopter tetapi bisa diterjunkan dari pesawat udara," Setiap satuan di Kostrad, umumnya sudah memiliki kualifikasi Linud atau para, sehingga para prajurit sudah terbiasa terjun dari pesawat udara. "Core-nya adalah pasukan terjun. Serangan bertahan, kejutan ditambah lagi dengan raider tadi." "Perbedaan dengan pasukan lain, ada infantri yang masuknya biasa saja, tidak ada kemampuan raider dan linud. Yang saya tahu tidak punya kemampuan linud. Nah ini sudah punya kemampuan linud, dasarnya satuan linud, bisa mobud. Bisa dijalankan dengan heli," Dalam pelatihannya, setiap prajurit raider mendapat penggelembengan yang sangat berat. Brigif Linud 18/2 Kostrad misalnya, mereka harus menjalani latihan sebanyak tiga tahap di Malang selatan. Tahap pertama adalah tahap basis, tahap gunung hutan, dan tahap rawa laut. Pada tahap ini, setiap prajurit mendapat pelatihan menghadapi pertempuran kota, jarak dekat, dan ilmu medan. Kemudian tahap gunung, di mana pasukan diajari survival di hutan belantara dan kemampuan gerilya di gunung. Dalam tiga hari, prajurit tidak dibekali makanan, hanya garam dan korek api. Lalu ditutup dengan tahap rawa, di mana mereka harus bergerak di daerah berawa dengan senyap. Meski demikian, Agus mengakui kualifikasi ini merupakan kemampuan yang harus dimiliki setiap prajurit Angkatan Darat. Tak heran pelatihannya tetap sama, yakni Pusat Pendidikan Pasukan Khusus (Pusdik Passus) di Batujajar, Jawa Barat. Sejak terjadi penambahan kemampuan, nama Brigade maupun Batalyon ikut diubah, dari Linud menjadi Para Raider. Antara Pasukan Elite dan Pasukan Khusus
Perkembangan satuan militer seperti misalnya Korps Marinir TNI AL dan Korps Brimob Polri menarik untuk diikuti. Bagaimana isi perutnya, diulas tuntas Aris Santoso.
Mengikuti perkembangan sebuah satuan militer, khususnya bagi yang berminat, memiliki daya tarik sendiri. Seperti kehidupan manusia, dengan segala jatuh-bangunnya, yang akhirnya tetap tegak, bahkan melegenda. Dua satuan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah Korps Marinir TNI AL dan Korps Brimob Polri.
Secara kebetulan hari kelahiran dua satuan tersebut saling berdekatan, hari jadi Korps Marinir adalah 15 November 1945, sementara Brimob adalah 14 November 1945. Satu kesamaan dari dua satuan ini adalah, meski pernah mengalami pasang-surut yang dahsyat, nama dua satuan ini tetap tersimpan rapi dalam kenangan rakyat .
pada masa yang paling "pahit” pernah hanya dipimpin perwira berpangkat Kombes (kolonel), dan bukan dalam komando tersendiri, namun di bawah Direktorat Samapta.
Pasukan Elite dan Pasukan Khusus
Bila didefinisikan secara ringkas, sebuah satuan disebut pasukan elite apabila sudah membuktikan prestasinya dalam operasi tempur, dan diakui secara terbuka oleh masyarakat. Satuan seperti Yonif 400 Banteng Raiders (Kodam IV/Diponegoro) atau Yonif 328 Para Raiders Kostrad, bisa dijadikan contoh tentang satuan elite.
Meski kini jarang lagi ada operasi militer setingkat bataliyon, kecuali pamtas (pengamanan perbatasan), namun berkat prestasi generasi terdahulu, nama dua satuan tersebut sudah terlanjur melegenda. Penjelasan ini juga berlaku bagi satuan lainnya, yang akan terlalu panjang daftarnya bila dituliskan di sini.
Kemudian soal pasukan khusus, adalah pasukan dengan tugas khusus, biasanya dilakukan secara senyap. Pasukan ini juga dibekali persenjataan dan peralatan khusus sesuai dengan karakteristik tugasnya. Satuan seperti Satgultor 81 Kopassus, Denjaka Marinir, Denbravo 90 Paskhas AU, dan seterusnya, merupakan contoh populer tentang sebuah pasukan khusus.
Ciri lainnya adalah, anggotanya relatif kecil, namun memiliki kemampuan di atas rata-rata, mengingat tugas mereka umumnya juga berisiko tinggi, semisal pembebasan sandera
Marinir dan Brimob masuk kategori satuan elite, karena jejak mereka yang panjang dalam operasi tempur, sejak masa lalu hingga sekarang.
Satuan Brimob misalnya, adalah yang mengawal Presiden Soekarno di masa awal kemerdekaan, ketika satuan seperti Paspampres, belum lagi didirikan. Namun sebagai satuan elite, di bawah komando mereka terdapat pula satuan khusus.
Dalam Marinir misalnya, terdapat Denjaka (Detasemen Jalamangkara) sebagai satuan antiteror.
Kemudian ada lagi Yontaifib (bataliyon intai amfibi), yang memiliki kemampuan tempur amfibi. Demikian juga dengan Brimob, yang juga memiliki satuan antiteror, yang di masa lalu disebut dengan Gegana.
Satuan Tempur dan Kekuasaan
Dari catatan sejarah kita bisa menyaksikan, bagaimana nama Marinir dan Brimob sempat mengalami pasang surut. Soal performa mungkin tidak ada yang berkurang, semata-mata hanyalah persoalan citra.
Di masa Presiden Soekarno, Marinir dan Brimob sangat dengan figur Bung Karno. Begitu dekatnya Bung Karno dengan Brimob, Bung Karno pernah mengorbitkan seorang perwira Brimob berpangkat Kombes (setara kolonel) untuk menjadi Kapolri, yaitu Irjen Sutjipto Danukusumo (Kapolri 1964-1965).
Kedekatan Marinir dengan Bung Karno, saya kira sudah banyak yang tahu, dan kini terulang kembali di masa Presiden Jokowi. Ini terlihat dalam acara nobar (nonton bareng) film G30S/PKI di halaman Korem Bogor, akhir September yang lalu. Dengan alasan dadakan, pendamping Jokowi dari unsur militer semuanya berasal dari Korps Marinir.
Ini sebenarnya tindakan simbolis, sebagai cara menjaga keseimbangan dalam mengendalikan TNI. Jokowi mengulang skema yang biasa dilakukan Bung Karno dulu, bila hubungan dengan TNI AD sedang menghadapi masalah, selalu ada Korps Marinir di belakang Bung Karno.
Pasang-surut Brimob lebih tajam lagi, utamanya di masa kepemimpinan Pangab Jenderal Benny Moerdani (1983-1988). Bagi matra darat, era kepemimpinan Benny bisa jadi adalah kenangan manis, namun tidak bagi Korps Brimob.
Seperti sudah disebut sekilas di atas, pada era Benny inilah, posisi Brimob seolah mencapai titik nadir, ketika satuan ini hanya dipimpin perwira berpangkat kombes (kolonel), dan struktur komandonya "ditumpangkan” pada Direktorat Samapta Polri, jadi bukan sebagai Korps yang berdiri sendiri.
Sementara pada waktu yang bersamaan, tokoh terkemuka Brimob (khususnya Resimen Pelopor) yaitu Jenderal Anton Sujarwo menjabat Kapolri. Terlihat ada faktor politis di sini, seolah memang ada grand design Benny untuk mengecilkan peran Brimob.
Sementara Anton Soejarwo sebagai sesepuh Brimob, tidak mampu berbuat banyak bagi Brimob yang sedang menghadapi cobaan kala itu. Bagi yang paham zaman itu, memang seolah terjadi saling sandera antara Benny dan Anton, mengingat keduanya adalah segenerasi dan sama-sama tokoh kebanggaan dari satuan asal.
Formasi Infanteri
Dalam praktik di lapangan selalu terbuka potensi konflik antara anggota Marinir atau Brimob berhadapan dengan anggota satuan Angkatan Darat, mulai konflik kecil-kecilan, hinggga sampai tingkat bataliyon, seperti yang pernah terjadi di Binjai (Sumut), pada Oktober 2002.
Bila kita telusuri lebih jauh, salah satu akar konflik adalah latar belakang karakter atau kompetensi yang mirip, yaitu sama-sama sebagai prajurit infanteri. Brimob dan Marinir pada dasarnya adalah satuan infanteri, seperti juga Paskhas, yang juga satuan infanteri, yang menginduk pada TNI AU.
Konflik antara Yonif Linud 100/PS (kini Yonif 100/Raider) dengan Brimob Polda Sumut, seperti sudah disebut sekilas di atas, bisa menjadi contoh menarik. Selain karena eskalasinya yang terbilang tinggi, peristiwa itu masih berjejak sampai sekarang. Komandan Yonif 100 saat peristiwa terjadi adalah Mayor Madsuni (Akmil 1988A), yang kini menjabat Danjen Kopassus.
Menilik capaian Mayjen Madsuni hari ini, kita bisa menduga-duga bagaimana pandangan pimpinan TNI atas konflik antar satuan, khususnya terhadap Brimob.
Kira-kira begini jalan pikiran pimpinan TNI saat peristiwa terjadi, bila menghadapi Brimob jangan tanggung-tanggung, bila bisa mengatasi Brimob, justru menjadi faktor pendukung bagi komandan satuan untuk dipromosikan di kemudian hari.
Bikin Geger Dunia! Kemampuan Raider Kostrad Anti-Gerilya TNI ini Tetap Sangar Walau sedang Berpuasa
Kekuatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sudah diakui dunia kehebatannya. Bukan hanya angkatan daratnya saja, lau dan udaranya pun cukup disegani. Seperti halnya satuan Komando Cadangan Strategi AD (Kostrad) TNI berkekuatan sejumlah Batalyon Raider yang memiliki kemampuan khusus perang anti-gerilya (counter guerilla).
Pasukan elite TNI AD yang dibentuk pada 22 Desember 2003 ini selain memiliki kemampuan antigerilya juga memiliki kemampuan sebagai pasukan komando dan mobil udara (mobud) menggunakan helikopter.
Sebagai pasukan elite TNI AD antigerilya jika sedang bertempur untuk memburu kelompok-kelompok gerilyawan, personel Raider memiliki ciri khas terus melakukan perburuan, menekan, dan menghancurkannya.
Oleh karena itu tidak ada kata pantang pulang dari tugas sebelum bisa menghancurkan pasukan gerilya musuh.
Dalam latihan tempur hutan atau pertempuran sesungguhnya untuk memburu kelompok gerilya lawan, pasukan raider bisa berada di dalam hutan selama berhari-hari bahkan berbulan-bulan untuk menumpas musuh.
Cara bertempur pasukan Raider yang terus-menerus memburu mangsanya itu memang sangat tergantung dari pasokan logistik yang dikirimkan menggunakan helikopter dan kemampuan mencari makanan sendiri di dalam hutan.
Kadang dalam pertempuran yang sesungguhnya seperti di Aceh, Sumatra, pasukan Raider yang sedang memburu gerombolan gerilya hanya bisa makan sekedarnya selama beberapa hari karena pasokan makanan yang dikirimkan heli belum datang.
Demi menempa fisik dan mental ketika bertempur di hutan dalam kondisi perut lapar itu, para pasukan Raider di semua batalyon tetap melakukan latihan perang di bulan puasa.
Tujuan latihan perang di bulan puasa memang ganda.
Selain menempa fisik dan mental juga sekaligus menempa kekuatan batin para pasukan RaiderDalam misi tempur di hutan selama berhar-hari dan para pasukan Raider hanya tidur di bivak, segala sesuatu yang tidak diinginkan memang bisa terjadi.
Misalnya ada kemungkinan munculnya gangguan dari mahluk halus.
Oleh karena itu demi mencegah hal-hal negatif yang bisa menggagalkan misi tempur memburu gerombolan gerilya lawan, para personel Raider juga tetap tekun menjalani ibadah sesuai keyakinannya.Khususnya melaksanakan Salat lima waktu dan puasa bagi yang Muslim.
Selain melakukan perburuan pasukan gerilyawan lawan, pasukan Raider juga memiliki kemampuan antiteror yang terwadahi dalam satu peleton pasukan dan dinamai Tim Aksi Khusus (Tim Aksus).
Dengan personel antiteror sekitar 30 orang yang terlatih baik, Tim Aksus Raider siap diturunkan ke lokasi-lokasi terdekat yang sedang terjadi aksi terorisme.
Area lampiran
|
Halaman 3 dari 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar