Makalah Eksistensialisme
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Dalam filsafat
dibedakan antaraesensia daneksistensia. Esensia membuat benda, tumbuhan,
binatang dan manusia. Oleh esensia, sosok dari segala yang ada mendapatkan
bentuknya. Oleh esensia, kursi menjadi kursi. Pohon mangga menjadi pohon
mangga. Harimau menjadi harimau. Manusia menjadi manusia. Namun, dengan esensia
saja, segala yang ada belum tentu berada. Kita dapat membayangkan kursi, pohon
mangga, harimau, atau manusia. Namun, belum pasti apakah semua itu sungguh ada,
sungguh tampil, sungguh hadir. Di sinilah peran eksistensia.
Eksistensia membuat
yang ada dan bersosok jelas bentuknya, mampu berada, eksis. Oleh eksistensia
kursi dapat berada di tempat. Pohon mangga dapat tertanam, tumbuh, berkembang.
Harimau dapat hidup dan merajai hutan. Manusia dapat hidup, bekerja, berbakti,
dan membentuk kelompok bersama manusia lain. Selama masih bereksistensia,
segala yang ada dapat ada, hidup, tampil, hadir. Namun, ketika eksistensia
meninggalkannya, segala yang ada menjadi tidak ada, tidak hidup, tidak tampil,
tidak hadir. Kursi lenyap. Pohon mangga menjadi kayu mangga. Harimau menjadi
bangkai. Manusia mati. Demikianlah penting peranan eksistensia. Olehnya,
segalanya dapat nyata ada, hidup, tampil, dan berperan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Eksistensialisme
Eksistensialisme yaitu suatu usaha untuk
menjadikan masalah menjadi konkret karena adanya manusia dan dunia. Menurut
Sartre eksistensialisme yaitu filsafat yang memberi penekanan eksistensi yang
mendahului esensi. Memandang segala gejala yang ada berpangkal kepada
eksistensi. Dengan adanya eksistensi akan penuh dengan lukisan-lukisan yang
konkret dengan metode fenomenologi (cara keberadaan manusia).
Eksistensi sendiri
yaitu eks artinya keluar, sintesi artinya berdiri; jadi eksistensi adalah
berdiri sebagai diri sendiri. Menurut Heideggard “Das wesen des
daseins liegh in seiner Existenz” , da-sein adalah
tersusun dari dad an sein. “da” disana. Sein
berarti berada. Jadi artinya manusia sadar dengan tempatnya. Menurut Sartre
adanya manusia itu bukanlah “etre” melainkan “ a etre” yang artinya manusia itu
tidak hanya ada tetapi dia selamanya harus dibentuk tidak henti-hentinya.[1]
Menurut Parkey
(1998) aliran eksistensialisme terbagi menjadi 2, yaitu; bersifat
theistic(bertuhan) dan atheistic. Menurut eksistensialisme sendiri ada 3 jenis;
tradisional, spekulatif dan skeptif.
Eksistensialisme
sangat berhubungan dengan pendidikan karena pusat pembicaraan eksistensialisme
adalah keberadaan manusia sedangkan pendidikan hanya dilakukan oleh manusia.
Eksistensi merupakan keadaan
tertentu yang lebih khusus dari sesuatu. Apapun yang bereksistesi tentu nyata
ada. Sesuatu dikatakan bereksistensi jika sesuatu itu bersifat public yang
artinya objek itu sendiri harus dialami oleh banyak orang yang melakukan
pengamatan[2]
Seperti juga
halnya, perasaan anda yang tertekan tidak bereksistensi, meskipun perasaan itu
nyata ada dan terjadi dalam diri anda. Apa yang bersifat public kiranya selalu
menempati ruang dan terjadi dalam waktu.
Oleh karena itu eksistensi sering dikatakan berkenaan dengan objek-objek yang
merupakan kenyataan dalam ruang dan waktu.[3]
B. Sejarah Eksistensialisme
Sejarah munculnya
eksistensialisme yaitu pertama istilah ini dirumuskan oleh ahli filsafat Jerman
yaitu Martin Heidegger (1889-1976).akar metodelogi eksistensialisme ini berasal
dari fenomenologi yang dikembangkan oleh Edmund husserl (1859-1938).[4]
Sedangkan munculnya
filsafat eksistensialisme ini dari 2 orang ahli filsafat Soeran Kierkegaard dan
Neitzche. Kierkegaard seorang filsafat Jerman (1813-1855) filsafatnya untuk
menjawab pertannyaan mengenai pertannyaan “Bagaimanakah aku
menjadi seorang individu?” dia juga menerima prinsip
Socrates yang mengatakan bahwa” pengetahuan akan diri adalah
pengetahuan akan Tuhan” . Hal ini terjadi karena pada
saat itu terjadi krisis eksistensialisme (manusia melupakan individualitasnya),
sehingga manusia bisa menjadi manusia yang autentik jika memiliki gairah,
keterlibatan dan komitmen pribadi dalam kehidupan.
Neitzche, juga
filsuf Jerman (1844-1900) yang tujuan filsafatnya menjawab pertannyaan ” Bagaimana menjadi manusia unggul?” dan menurut dia
jawabannya adalah manusia bisa menjadi manusia unggul jika mempunyai
keberaniaan untuk merealisasikan diri secara jujur dan berani.
Kedua tokoh diatas
muncul karena adanya perang dunia pertama dan situasi Eropa pada saat itu,
sehingga mereka tampil untuk menjawab pandangan tentang manusia seperti yang
sudah dijelaskan diatas.
Disamping itu
penyebab munculnya filsafat eksistensialisme ini yaitu adanya reaksi terhadap
filsafat materialisme Marx yang berpedoman bahwa eksistensi manusia bukan
sesuatu yang primer dan idealisme Hegel yang bertolak bahwa eksistensi manusia
sebagai yang konkret dan subjektiv karena mereka hanya memandang manusia
menurut materi atau ide dalam rumusan dan system-sistem umum (kolektivitas
social).
Pengaruh lahirnya
filsafat eksistensialisme berasal dari filsafat hidup bergson dan Metafisika
Modern. Filsafat ini muncul pada paruh pertengahan abad ke-20. Tokoh-tokoh
Eksistensialisme yaitun Soren Aabye Kiekegaard, Karl Jaspers, Martin Heidegger, Jean Paul Sartre, Frederidch
Nietzshe,
C. Tokoh-tokoh
Eksistensialisme dan Pemikirannya
Aliran filsafat
eksistensilisme tidak lepas dari hasil pemikirn dari para filosof pada masa
itu. pelor dan tokoh-tokoh eksistensialisme diantaranya:
1. Soren Aabye Kiekegaard
Kierkegaard lahir
di Kopenhagen, Denmark pada 5 Mei 1813, sebagai anak bungsu dari tujuh
bersaudara. Ayahnya, Michael Pedersen Kierkegaard, merupakan pedagang grosir
yang menjual kain, pakaian, dan makanan. Setelah mengenyam pendidikan di
sekolah putra yang prestisius di Borgerdydskolen, ia melanjutkan pendidikan
tingginya di Universitas Kopenhagen. Di sini pria yang bernama lengkap Soren
Aabye Kierkegaard ini mempelajari filsafat dan teologi. Sejumlah tokoh seperti
F.C. Sibbern, Poul Martin Moller, dan H.L. Martensen menjadi gurunya di sana.
Karya-karya Kierkegaard dapat dikelompokkan dalam dua
periode. Periode pertama ditulis antara 1841 dan 1845. Sebagian besar bernuansa
filosofis dan estetis, beberapa ditulis dalam nama samaran, Johannes Climacus.
Karya-karya dalam periode ini ialahThe Conceptof Irony with Constant Reference
to Socrates (1841), Either/Or( 1843),
Fear andTrembling( 1842),The
Conceptof Dread( 1844), Stageson
Life's Way( 1844), Philosophical
Fragments(1844), Concluding Unscientific Postscript to the Philosophical
Fragments (1846).
2. Karl Jaspers
Karl Jaspers lahir di
kota Oldenburg, Jerman Utara, pada tahun 1883. Ayahnya seorang ahli hukum dan
direktur bank. Sejak sekolah menengah, ia sudah tertarik pada filsafat, tetapi
baru pada usia 38 tahun ia dapat sepenuhnya memenuhi panggilan filosofisnya.
Selama tiga semester
ia belajar hukum di Universitas Heidelberg dan Munchen, tetapi ia mengubah
haluan dengan memilih studi kedokteran yang dijalankan di Berlin, Gottingen dan
Heidelberg. Di Universitas Heidelberg ia mengambil spesialiasi psikiatri.
Tetapi ia tetap tertarik dengan filsafat, antara lain melalui Max Weber, ahli
ekonomi, sejarawan dan sosiolog terkenal yang dikaguminya.
Jaspers menulis
buku Allgemeine Psychopathologie (Psikologi umum) pada tahun 1910. Di buku ini,
ia tidak melukiskan penyakit-penyakit, tetapi menyoroti manusia yang sakit. Ia
menggunakan metode deskripsi fenomenologis Husserl. Pada 1916 ia menjadi
profesor psikologi di Heidelberg. Lalu pada 1919 ia menulis buku Psychologie der Weltanschauungen
(Psikologi Tentang Pandangan-Pandangan Dunia). Di buku ini, ia melukiskan
berbagai sikap yang diambil manusia terhadap kehidupan. Dua buku ini ditulis
berdasarkan pengalamannya sebagai psikiater dan menunjukkan betapa kentalnya
ketertarikan Karl Jaspers pada filsafat.
Karl Jaspers
mencurahkan seluruh perhaStiannya pada filsafat mulai tahun 1921, setelah ia
menerima gelar profesorat filsafat di Heidelberg. Ada yang tak setuju dengan
pemberian gelar ini, sebab ia dianggap bukan filsuf profesional. Namun, setelah
menerima gelar penghargaan itu, ia menulis banyak sekali karya, antara lain
karya besar yang terdiri dari tiga jilid,Philosophie
(1932). Jilid I berjudulWeltori enti er ung (Orientasi Dalam Dunia), jilid II
berjudulE xi st enz er hell ung (Penerangan Eksistensi), dan jilid III Met aphy si k (Metafisika).
3. Martin Heidegger
Martin Hiedegger
(lahir di Meßkirch, Jerman, 26 September 1889 ± meninggal 26 Mei
1976 pada umur 86 tahun) merupakan pemikir yang ekstrim, hanya beberapa filsuf
saja yang mengerti pemikiran Heidegger. Pemikiran Heidegger selalu tersusun
secara sistematis. Tujuan dari pemikiran Heidegger pada dasarnya berusaha untuk
menjawab pengertian dari ‘being´. Heidegger
berpendapat bahwa ‘Das Wesen des
Daseins liegtinseiner Existenz´, adanya keberadaan
itu terletak pada eksistensinya. Di dalam realitasnya being (sein) tidak sama sebagai ‘being´ ada pada umumnya, sesuatu yang mempunyai ada dan di dalam
ada, dan hal tersebut sangat bertolak belakang dengan ada sebagai pengada.
Heidegger menyebutbei ng sebagai
eksistensi manusia, dan sejauh ini analisis tentang ‘being´ biasa disebut sebagai eksistensi manusia (Dasein).Das ei n adalah
tersusun darida dans ei n. ‘Da´ disana (there), ‘sein´ berarti berada (to be/being). Artinya manusia sadar dengan
tempatnya.
4. Jean
Paul Sartre
Jean-Paul Sartre (lahir
di Paris, Perancis, 21 Juni 1905 ± meninggal di
Paris, 15 April 1980 pada umur 74 tahun) adalah seorang filsuf dan penulis
Perancis. Ialah yang dianggap mengembangkan aliran eksistensialisme.Sartre
menyatakan, eksistensi lebih dulu ada dibanding esensi (L'existence précède l'essence). Manusia tidak memiliki apa- apa saat
dilahirkan dan selama hidupnya ia tidak lebih hasil kalkulasi dari komitmen-
komitmennya di masa lalu. Karena itu, menurut Sartre selanjutnya, satu-satunya
landasan nilai adalah kebebasan manusia (L'homme
est condamné à être libre).
Eksistensi mendahului esensi´, begitulah selalu filosof-filosof eksistensialis berkata, ´dan cara manusia bereksistensi berbeda dengan cara beradanya
benda-benda. Karenanya masalah ³Ada´ merupakan salah satu tema terpenting dalam tradisi
eksistensialisme. Bagi Sartre, manusia menyadari Ada-nya dengan meniadakan
(mengobjekkan) yang lainnya. Dari Edmund Husserl ia belajar tentang
intensionalitas, yakni kesadaran manusia yang tidak pernah timbul dengan sendirinya,
namun selalu merupakan ³kesadaran akan sesuatu´. Baik kita ajukan contoh: Saat ini saya menyadari tengah duduk
dalam sebuah forum diskusi, bersama dengan orang lain, serta benda-benda lain,
sekaligus menyadari ahwa saya berbeda dengan orang lain, dan juga bukan sekedar
benda. Saya meniadakan (mengobjekkan
orang dan benda lain). Begitulah kira-kira titik tolak filsafat Sartre.
Untuk memperjelas
masalah ini,ia menciptakan dua buah istilah;être-en-soi, danêtre-pour-soi. Dengan ini pula
ia membedakan cara ber-Adanya manusia dengan cara beradanya benda-benda.
Benda-benda hadir
di dunia setelah ditentukan lebih dulu identitas (esensi) nya, sifatnyaêtre-en-soi. Dengan sifatnya yang seperti ini benda-benda
tidak mempunyai potensi di luar konsepsi awalnya. Sebuah komputer sebelum
dirakit, telah dikonsepsikan sebagai alat mempermudah pekerjaan manusia. Karena
itu ia tergeletak begitu saja tanpa kesadaran, tak punya potensi untuk melampui
keadaannya yang sekarang; eksistensinya mampat karena esensinya mendahului eksistensi.
Sementara manusia, dengan Ada yang bersifatêtre-pour-soi, eksistensi yang mendahului esensi, selalu
punya kapasitas untuk melampaui dirinya saat ini, dan menyadari Ada-nya.
Misalnya seorang yang esensinya kita identifikasi sebagai pelajar, ketika ia
lulus, maka esensinya sebagai pelajar menjadi tidak relevan lagi. Atau bisa
jadi, esok hari ia kedapatan mencuri, maka ia kembali didefinisikan sebagai
pencuri. Begitu seterusnya, sampai ia mati.
Salah satu
keinginan manusia adalah meng-Ada sebagaimana keberadaan benda- benda.
Mempunyai identitas dan esensi yang pasti. Celakanya, manusia memiliki
kesadaran yang tak dimiliki benda-benda, karenanya mustahil bagi manusia untuk
mempertahankan esensinya terus menerus. Cara beradanya benda tak punya kaitan dengan
cara ber-Ada manusia. Sementara manusia sebaliknya, karena sifatnya meniadakan
terhadap hal lain, maka ia senantiasa berusaha untuk meniadakan orang dan benda
lain.
5. Friedrich Nietzshe
Friedrich Nietzshe lahir di Rohen Jerman pada tanggal 15 Oktober
tahun 1844, lahir di Rocken, Prusia, Jerman Timur, di lingkungan keluarga
Kristen yang taat. Ayahnya seorang pendeta Lutheran terkemuka dengan garis
kependetaan yang terwaris dari turun temurun dari keluarga ayahnya. Kakeknya
adalah pedeta Gereja Lutheran yang menduduki jabatan cukup tinggi, sementara
ibunya juga seorang penganut Kristen yang taat.
Nietzcshe
berpendapat bahwa kebenaran adalah hasil konstruksi atau ciptaan manusia
sendiri, yang berjiwa bagi mereka untuk melestarikan diri sebagai spesis.
Pengetahuan dan kebearan sebagai perangkat yang efektif untuk mencapai tujuan
bukan entitas yang trasenden dari manusia. Kebenaran ilmiah tidak mungkin
efektif karena hasil konstruksi manusia dan selalau upaya melayani kepentingan
dan tujuan tertentu manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat II, Kanisius,
Yogyakarta, 1980
Katsof, Louis O., Pengantar Filsafat, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2004
Katsof, Louis O., Pengantar Filsafat, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2004
Muzairi, Eksistensialisme Jean Paul Sartre,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002
Wiramihardja,
Sutardjo A., Pengantar Filsafat, PT Refika Aditama, Bandung, 2006
[1] Muzairi. Eksistensialisme
Jean Paul Sartre, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002)
[2] Louis
O.Katsof, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004)
[3] Ibid.
[4] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat II, (Yogyakarta:
Kanisius, 1980)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar